Ayat 6 hingga 9 beserta terjemahannya.
فَلَنَسَۡٔلَنَّ ٱلَّذِينَ أُرۡسِلَ إِلَيۡهِمۡ وَلَنَسَۡٔلَنَّ ٱلۡمُرۡسَلِينَ
Maka sesungguhnya Kami (Allah) akan menyoal umat-umat yang telah diutuskan (Rasul-rasul) kepada mereka, dan sesungguhnya Kami akan menyoal juga Rasul-rasul itu. (Al-A’raaf (7) : 6).
فَلَنَقُصَّنَّ عَلَيۡهِم بِعِلۡمٖۖ وَمَا كُنَّا غَآئِبِينَ
Kemudian sesungguhnya Kami akan ceritakan kepada mereka (Rasul-rasul dan umat-umatnya), dengan (berdasarkan) pengetahuan (yang meliputi akan apa yang mereka lakukan), dan sememangnya Kami tidak sekali-kali ghaib (bahkan sentiasa Mendengar, Melihat dan Mengetahui akan hal ehwal mereka). (Al-A’raaf (7) : 7).
وَٱلۡوَزۡنُ يَوۡمَئِذٍ ٱلۡحَقُّۚ فَمَن ثَقُلَتۡ مَوَٰزِينُهُۥ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
Dan timbangan amal pada hari itu adalah benar; maka sesiapa yang berat timbangan amalnya (yang baik), maka mereka itulah orang-orang yang berjaya. (Al-A’raaf (7) : 8).
وَمَنۡ خَفَّتۡ مَوَٰزِينُهُۥ فَأُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓاْ أَنفُسَهُم بِمَا كَانُواْ بَِٔايَٰتِنَا يَظۡلِمُونَ
Dan sesiapa yang ringan timbangan amalnya (yang baik), maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, dengan sebab mereka berlaku zalim terhadap ayat-ayat Kami (dengan meletakkannya pada bukan tempatnya). (Al-A’raaf (7) : 9).
Nota:
Terjemahan di atas diambil daripada, https://www.surah.my/.
Tafsiran yang disampaikan oleh Dr. Abdul Halim El-Muhammady (20-12-2022, Selasa).
Mukkadimah.
Pada pagi 20-12-2022 (Selasa), Ustaz mentadabbur ayat-ayat 6 hingga 9 dari Surah Al-A’raaf yang bertajuk, “Akibat dari kekufuran di akhirat dan hisab yang berat terhadap amal perbuatan.”
Setelah mengingatkan orang-orang yang menyalahi para rasul dengan adzab yang menumpaskan di dunia, Allah melanjutkannya dengan ancaman siksa lain di hari Kiamat dan menjelaskan bahwa Dia menanyai semua manusia tentang amal perbuatan mereka, baik itu orang-orang yang berhak mendapatkan siksa maupun berhak mendapatkan pahala. Ketika pada ayat pertama Allah menjelaskan bahwa di antara sejumlah keadaan pada hari Kiamat adalah pertanyaan dan hisab, Allah menjelaskan bahwa di antara sejumlah keadaan hari Kiamat juga adalah timbangan amal perbuatan.
Cerakinan Ayat.
Secara I’raab, huruf laam pada kata (فَلَنَسَۡٔلَنَّ) dan kata (فَلَنَقُصَّنَّ) adalah laam qasam untuk taukid (penguatan). Pada kalimat (وَٱلۡوَزۡنُ يَوۡمَئِذٍ ٱلۡحَقُّۚ) kata (ٱلۡوَزۡنُ) menjadi mubtada’, sedangkan (يَوۡمَئِذٍ) adalah khabar-nya. Kata (ٱلۡحَقُّۚ) dibaca rafa’ dengan tiga alasan. Bisa karena dia adalah sifat dari kata (ٱلۡوَزۡنُ) atau menjadi badal dari dhamir yang dibaca rafa’ pada zharaf yang merupakan khabar dari mubtada’ atau karena dia adalah khabar dari mubtada’. Kata (يَوۡمَئِذٍ) adalah zharaf mulgha yang dibaca nashab oleh kata (ٱلۡوَزۡنُ).
Secara Balaaghah, (ثَقُلَتۡ) dan (خَفَّتۡ) antara keduanya ada thibaq.
Secara Mufradaat Lughawiyyah, (فَلَنَسَۡٔلَنَّ ٱلَّذِينَ أُرۡسِلَ إِلَيۡهِمۡ) Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka tentang tanggapan mereka kepada para rasul dan perbuatan mereka terhadap apa yang sampai kepada mereka. (وَلَنَسَۡٔلَنَّ ٱلۡمُرۡسَلِينَ) Kami akan menanyai pula rasul-rasul (Kami) tentang penyampaian risalah.
(فَلَنَقُصَّنَّ عَلَيۡهِم بِعِلۡمٖۖ) Kami akan mengabari merelia, sementara Kami mengetahui apa yang mereka lakukan. (وَمَا كُنَّا غَآئِبِينَ) dan Kami tidak jauh dari apa yang disampaikan para rasul. Umat-umat yang telah lalu mengenai apa yang mereka lakukan. (وَٱلۡوَزۡنُ يَوۡمَئِذٍ) timbangan pada hari itu untuk amal perbuatan pada hari Kiamat. (ٱلۡحَقُّۚ) keadilan sebagai sifat dari kata (ٱلۡوَزۡنُ).
(فَمَن خَفَّتۡ مَوَٰزِينُهُ) barangsiapa yang berat timbangannya dengan amal kebaikan. (فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ) mereka Itulah orang-orang yang menang. (وَمَنۡ خَفَّتۡ مَوَٰزِينُهُ) dan siapa yang ringan timbangannya dengan kejelekan-kejelekan. (فَأُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓاْ أَنفُسَهُم) maka itulah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dengan menjadikannya ke neraka. (يَظۡلِمُونَ) mengingkari ayat-ayat Allah.
Tafsir dan Penjelasan.
Allah SWT pada hari Kiamat menanyai umat-umat tentang tanggapan mereka kepada para rasul dalam hal-hal yang dibawa para rasul itu. Dia juga menanyai para rasul tentang penyampaian risalah-risalah. Dengan demikian, Allah menanyai setiap individu dari umat-umat di akhirat tentang rasul-Nya yang diutus kepadanya dan tentang penyampaian ayat-ayat-Nya. Dia juga menanyai para rasul tentang penyampaian risalah mereka dan sejauh mana respons kaum mereka juga tentang keimanan atau kekufuran yang keluar dari mereka. Ini adalah masalah solidaritas umum. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT,
Dan (ingatlah) pada hari ketika Dia (Allah) menyeru mereka, dan berfirman, “Apakah jawabanmu terhadap para rasul?” (al-Qashash:65).
“(lngatlah), pada hari ketika Allah mengumpulkan para rasul, lalu Dia bertanya (kepada mereka), “Apa jawaban (kaummu) terhadap (seruan)mu?” Mereka (para rasul) menjawab, “Kami tidak tahu (tentang itu). Sesungguhnya, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.” (al-Maa’idah: 109).
“Wahai golongan jin dan manusia! Bukankah sudah datang kepadamu rasul-rasul dari kalanganmu sendiri, mereka menyampaikan ayat-ayat-Ku kepadamu dan memperingatkanmu tentang pertemuan pada hari ini?” (al-An’aam:130).
Tanggung jawab antara pemimpin dan rakyatnya dijelaskan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi dari Ibnu Umar; dia berkata, “Rasulullah saw. bersabda,
“Setiap kalian adalah penjaga dan setiap kalian bertanggung jawab atas yang dijaga. Imam adalah penjaga dan dia bertanggung jawab atas yang dijaga. Laki-laki menjaga harta tuannya dan dia bertanggung jawab atas yang dijaganya. Seorang laki-laki menjaga keluarganya dan dia bertanggung jawab atas yang dijaga. Perempuan penjaga di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atas yang dijaga. Pelayan penjaga harta tuannya dan dia bertanggung jawab atas yang dijaga. Laki-laki penjaga harta ayahnya dan dia bertanggung jawab atas yang dijaga. Setiap kalian adalah penjaga dan setiap kalian bertanggung jawab atas yang dijaga.” (HR Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi).
Ibnu Abbas mengenai tafsir ayat (فَلَنَسَۡٔلَنَّ ٱلَّذِينَ أُرۡسِلَ إِلَيۡهِمۡ) berkata, “Kami akan menanyai manusia tentang bagaimana mereka menjawab para utusan. Kami akan menanyai para rasul tentang apa yang mereka sampaikan.” Yang dimaksud dengan pertanyaan pada saat itu adalah menggertak orang-orang kafir dan menjelekkan mereka. Ketika mereka mengakui bahwa mereka adalah orang-orang zalim yang ceroboh, setelah itu mereka ditanya mengenai sebab kezaliman dan kecerobohan itu.
Penggabungan antara firman Allah SWT, (فَلَنَسَۡٔلَنَّ ٱلَّذِينَ أُرۡسِلَ إِلَيۡهِمۡ وَلَنَسَۡٔلَنَّ ٱلۡمُرۡسَلِينَ) dengan firmanNya,
“Maka pada hari itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya.” (ar-Rahmaan: 39).
“Dan orang-orang yang berdosa itu tidak perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka.” (al-Qashash:78).
Bahwa hari Kiamat mempunyai kondisi-kondisi dan keadaan-keadaan yang bermacam-macam. Kadang-kadang ada tanya jawab di sebagian masalah bukan yang lain. Kadang-kadang ada pertanyaan untuk mendapatkan petunjuk dan pengetahuan. Kadang-kadang untuk penghinaan dan pelecehan.
Ar-Razi berkata, “Sesungguhnya umat para rasul tidak ditanya tentang amal-amal perbuatan mereka sebab kitab-kitab catatan amal sudah menghimpunnya. Mereka hanya ditanya tentang faktor-faktor yang mendorong mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan, dan penghalang-penghalang yang menghalangi mereka.” Maksudnya penghalang-penghalang yang menghalangi mereka melakukan amal perbuatan dan komitmen mereka terhadap hukum-hukum syari’i. Kami akan memberitahu mereka sementara Kami mengetahui dengan sempurna keadaan para rasul dan kaum mereka berikut semua yang terjadi pada mereka. Tidak ada sesuatu pun baik sedikit maupun banyak yang luput dari kami. Meskipun seberat biji sawi dan meskipun dia ada di dalam batu, di langit atau di bumi. Ibnu Abbas tentang ayat, (فَلَنَقُصَّنَّ عَلَيۡهِم بِعِلۡمٖۖ) pada hari Kiamat kitab catatan amal diletakkan lalu dia mengucapkan apa yang mereka lakukan.
(وَمَا كُنَّا غَآئِبِينَ) di waktu apa pun dan keadaan apa pun. justru Kami beserta mereka, mendengar ucapan mereka, melihat perbuatan mereka, mengetahui apa yang mereka lakukan baik rahasia atau terang-terangan. Kami akan mengabari para hamba pada hari Kiamat apa yang mereka katakan, mereka perbuat baik sedikit maupun banyak, agung maupun remeh sebab Allah SWT adalah saksi atas segala sesuatu tidak ada satu pun yang samar atau alpa bagi-Nya. Justru Dia mengetahui mata yang khianat dan apa yang disembunyikan di dalam hati, sebagaimana firman Allah SWT,
“Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).” (al-An’aam: 59).
Dengan demikian, firman Allah SWT, (وَمَا كُنَّا غَآئِبِينَ) maksudnya adalah Kami menyaksikan amal perbuatan mereka. Ini adalah dalil bahwa pertanyaan bukan untuk mencari tahu atau menanyakan sesuatu yang tidak diketahui oleh Allah. Namun, untuk mengabarkan apa yang terjadi pada mereka sebagai penghinaan dan bentakan karena kecerobohan dan kelalaian mereka. Yang diberi kabar adalah orang yang dihisab. Itulah yang disertai dengan pembalasan.
Kemudian, Allah SWT menjelaskan hukum hisab dan balasan. Dia berfirman, (وَٱلۡوَزۡنُ يَوۡمَئِذٍ ٱلۡحَقُّۚ) timbangan amal perbuatan para rasul dan kaum mereka, pembedaan antara yang berat dan yang ringan pada hari Kiamat berdasarkan kebenaran dan keadilan sempurna. Allah tidak menzalimi siapa pun, sebagaimana firman Allah SWT,
“Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit; sekali pun hanya seberat biji sawi, pasti Kami mendatangkannya (pahala). Dan cukuplah Kami yang membuat perhitungan. ” (al-Anbiyaa’: 47).
“Sungguh, Allah tidak akan menzalimi seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan (sekecil zarrah), niscaya Aliah akan melipatgandakannya dan memberikan pahala yang besar dari sisi-Nya.” (an-Nisaa’: 40).
Barangsiapa yang berat timbangannya, artinya timbangan amalnya unggul dengan keimanan dan amal kebaikan daripada kejelekan, mereka adalah orang-orang yang menang dengan mendapatkan syurga dan selamat dari siksa. Kata (الموَازِيْنٌ) bentuk jamak dari (ميْزَان) atau (مَوْزُوْنٌ). Dengan demikian, (فَمَن ثَقُلَتۡ مَوَٰزِينُهُ) adalah barangsiapa yang unggul amal perbuatannya yang ditimbang yang mempunyai berat dan bisa diukuri yakni kebaikan-kebaikan atau maksudnya adalah timbangan amal kebaikan mereka.
Barangsiapa yang ringan timbangan-timbangan amal perbuatannya karena kekufurannya dan banyak dosanya, mereka adalah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri. Sebabnya, mereka mengharamkan kebahagiaan dan kemenangan dengan kenikmatan abadi pada diri mereka dan menjadikannya menuju siksa neraka.
Kelompok pertama, iaitu orang_orang Mukmin dengan perbedaan tingkatan-tingkatan mereka dalam amal adalah orang-orang yang beruntung. Siksa sebagian mereka adalah sesuai dengan dosa-dosanya. Kelompok kedua, iaitu orang-orang kafir dengan perbedaan tingkatan mereka adalah orang-orang yang benar-benar rugi. Makna ini diulang di banyak tempat dalam Al-Qur’an, seperti firman Allah SWT,
“Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang). Dan adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Iaitu) api yang sangat panas.” (al-Qaari’ah: 6-11).
Yang diletakkan pada hari Kiamat adalah amal perbuatan. Meskipun dia berupa bahan ghaib (aksiden immaterial), Allah mengubahnya pada hari Kiamat menjadi jasad (materi), sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Tersebut dalam hadits al-Barra’ mengenai kisah pertanyaan kubur: seorang pemuda yang bagus rupanya dan harum aromanya mendatangi orang Mukmin lalu orang Mukmin itu bertanya, “Siapa kamu?” Dia menjawab, “Aku adalah amal salehmu.”
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, an-Nasa’i, dan Ibnu Khuzaimah dari lbnu Mas’ud bahwa harta yang tidak dizakati oleh pemiliknya membentuk ular yang mempunyai dua bisa. Kemudian ular itu meraih kedua rahang orang itu lalu berkata, “Aku hartamu, aku simpananmu.” Redaksi haditsnya adalah;
“Tak seorang pun yang tidak menunaikan zakat hartanya kecuali pada hari Kiamat diserupakan dengan ular botak sehingga dia melilit leher orang yang tidak berzakat. Lalu, Nabi Muhammad saw. membaca ayat, (Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari Kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Aali-‘Imraan: 180) (HR Ibnu Majah dan an-Nasa’i).
Dalil yang menunjukkan bahwa amal perbuatanlah yang ditimbang adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari Jabir dalam status marfu’,
“Timbangan-timbangan pada hari Kiamat diletakkan. Kebaikan dan kejelekan ditimbang. Barangsiapa yang kebaikannya unggul daripada kejelekannya seberat satu biji maka dia masuk syurga. Barangsiapa yang kejelekannya unggul daripada kebaikannya seberat satu biji maka dia masuk neraka. Ada yang bertanya, “Orang yang kebaikan dan kejelekannya sama?”. Nabi bersabda, “Mereka adalah Ash-Habul A’raaf (orang-orang yang ada di A’raaf).” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Al-Qurthubi meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa yang ditimbang adalah lembaran-lembaran amal hamba. Dia mengomentari riwayat itu dengan ucapannya, “lnilah yang benar. Inilah yang terdapat dalam khabar iaitu;
“Bahwa timbangan sebagian anak Adam hampir saja ringan dengan kebaikan-kebaikan. Lalu, diletakkan di dalamnya kertas yang tertulis di dalamnya Laa ilaha illallah maka timbangan kebaikannya menjadi berat.”
Ini menunjukkan ditimbangnya amal perbuatan yang ditulis bukan amal itu sendiri. Allah akan meringankan timbangan jika menghendaki dan memberatkannya jika menghendaki dengan lembaran-lembaran catatan amal yang diletakkan dalam kedua piringan timbangan.
Apakah timbangan tersebut bentuknya nyata? Para ulama berbeda pendapat. Mujahid, adh-Dhahhak, dan al-Amasy berkata, “Al-Wazn dan al-Mizan mempunyai makna keadilan dan pengadilan. Penyebutan timbangan adalah untuk penyerupaan, sebagaimana kamu katakan, ‘kitab ini dalam timbangan ini,’ ertinya sepadan, sama dengan..,’ meskipun di sana tidak ada timbangan. Maksudnya yang dikehendaki adalah adanya keadilan yang sempurna dalam mengukur balasan terhadap amal perbuatan.”
Mayoritas ulama berpendapat timbangan tersebut berbentuk nyata untuk menunjukkan ilmu Allah atas amal perbuatan para hambaNya dan balasan terhadap mereka. Az-Zajjaj berkata, “Ahlus Sunnah sepakat mengimani mizan (timbangan), amal perbuatan hamba ditimbang pada hari Kiamat dan timbangan mempunyai dacin dan dua piringan dan miring karena amal perbuatan.”
Pendapat yang paling tepat dalam masalah yang ghaib adalah kita mengimaninya sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an dan sunnah. Kita membiarkan bentuk dan caranya kepada Allah SWT.
Fiqih Kehidupan atau Hukum-Hukum.
Ayat pertama (فَلَنَسَۡٔلَنَّ ٱلَّذِينَ أُرۡسِلَ إِلَيۡهِمۡ) menunjukkan bahwa orang-orang kafir dihisab. Allah SWT berfirman,
“Kemudian sesungguhnya (kewajiban) Kamilah membuat perhitungan atas mereka.” (al-Ghaasyiyah: 26).
Bahkan, tanggung jawab atau hisab adalah sesuatu yang umum bagi semua hamba sampai kepada Rasul (وَلَنَسَۡٔلَنَّ ٱلۡمُرۡسَلِينَ). Pertanyaan kepada para rasul adalah pertanyaan minta kesaksian mereka dan minta kejelasan. Ertinya tentang jawaban kaum mereka kepada mereka. Inilah makna firman Allah SWT,
“Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka. Dia menyediakan adzab yang pedih bagi orang-orang kafir.” (al-Ahzaab: 8).
Pertanyaan kepada kaum para rasul adalah pertanyaan retoris, penghinaan, dan mempermalukan. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT menghisab semua hamba-Nya sebab mereka tidak keluar dari status sebagai rasul atau kaum yang dikirim kepada mereka utusan.
Adapun firman Allah SWT dalam surah al-Qashash,
“Dan orang-orang yang berdosa itu tidak perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka.” (al-Qashash:78).
Ketika mereka telah menetap dalam siksa. AIam akhirat ada beberapa tempat. Satu tempat yang mereka ditanya untuk dihisab, satu tempat yang mereka tidak ditanya. Firman Allah SWT, (فَلَنَقُصَّنَّ عَلَيۡهِم بِعِلۡمٖۖ) menunjukkan bahwa Allah SWT Maha Mengetahui dengan ilmu. Pendapat orang yang mengatakan bahwa tidak ada ilmu bagi Allah adalah batal.
Firman Allah SWT (وَمَا كُنَّا غَآئِبِينَ) menunjukkan adanya pengawasan dan penglihatan Ilahi terhadap amal ibadah makhluk.
Kesimpulan adalah ayat ini membuktikan adanya pertanyaan dan hisab kepada semua hamba pada hari Kiamat. Ayat kedua menunjukkan ditimbangnya amal perbuatan hamba dengan timbangan. Timbangan itu adalah yang benar (adil) karena hadits fabir di atas. Ada yang mengatakan penimbangan lembaran-lembaran amal hamba. Al-Qurthubi mengatakan bahwa pendapat ini yang shahih. Yang dimaksud dengan timbangan menurut pendapat Mujahid, adh-Dhahhak dan al-A’masy adalah keadilan dan pengadilan. Yang dimaksud dengan timbangan menurut mayoritas ulama adalah timbangan sebenarnya untuk menunjukkan ilmu Allah terhadap amal perbuatan hamba-Nya dan keadilanNya dalam menghisab dan membalas mereka. Barangsiapa yang kebaikannya unggul daripada kejelekannya, dia termasuk orang-orang yang selamat. Barangsiapa yang kejelekannya unggul daripada kebaikannya, dia termasuk orang-orang yang binasa dan disiksa.
Ibnu Abbas berkata, “Kebaikan dan kejelekan ditimbang dalam timbangan yang mempunyai lidah timbangan dan dua piringan. Orang Mukmin didatangkan amalnya dalam bentuk yang paling bagus dan diletakkan dalam piringan timbangan lalu kebaikankebaikannya lebih berat daripada kejelekannya. Itulah firman Allah SWT, (فَمَن ثَقُلَتۡ مَوَٰزِينُهُ) amal perbuatan orang kafir didatangkan dalam bentuk yang paling jelek, lalu diletakkan pada timbangan. Timbangan kebaikannya ringan sehingga dia jatuh ke dalam neraka.”
Perbincangan dan Q&A Selepas Kuliah.
Hj. Yusof Azuddin Ali: dalam ayat-ayat ini kita akan ditanya mengenai amalan yang kita buat di dunia. Disediakan timbangan bagi menilai amalan kita di dunia.
Manusia akan disoal di akhirat, mereka pasti akan ditanya nanti mengenai kedatangan para rasul dan juga para rasul pun akan ditanya. Maknanya yang memimpin dan yang dipimpin sama-sama akan ditanya. Ini konsep tanggungjawab antara rasul dan mereka yang rasul sampaikan risalah. Soalan kepada kedua-dua pihak ini juga kerap berlaku di dunia supaya maklumat yang diberikan boleh dinilai kesahihannya.
Dalam hidup pemimpin dan rakyat sama-sama bertanggungkawab ke atas apa yang mereka lakukan. Semua rekod amalan berada dalam simpanan Allah. Siapa pun tidak boleh menipu maklumat kerana sudah tercatit dalam buku catitan yang tersimpan di Lauh Mahfuz.
Timbangan atau wazan atau al-mizan merupakan alat bagi menentukan amal baik dan buruk. Jika timbangan amal lebih berat, maka syurga disediakan, tetapi jika berat timbangan keburukan (kejelekan) lebih berat, maka mereka akan masuk neraka.
Hj. Puad: Malaysia menggunakan “common law” bagi kesalahan jenayah. Apakah hukuman di akhirat terlepas jika hukuman sudah dijatuhkan di dunia?
Ustaz: ini bergantung kepada negara mengenai kenapa hukum Islam tidak dapat dilaksanakan. Ini tanggungjawab pemerintah yang berkuasa pada masanya. Rakyat tidak bersalah dalam hal ini. Hukuman yang ada disebut sebagai takzir kerana hukuman negara tidak sesuai dengan hukum Islam.
Apakah pemerintah kita berusaha untuk menegakkan hukum Islam? Nampaknya usaha tidak cukup seperti di Kelantan dan Terengganu. Ini kesalahan mereka yang berkuasa bukan rakyat. Kita perlu ingat bahwa jihad itu perlu dilakukan secara berterusan, usaha yang berterusan perlu dilakukan.
DS Anwar Ibrahim dulu ketika dipenjara pun, beliau masih boleh mengusahakan system secara Islam seperti Bank Islam, Takaful, Universiti Islam dan lain-lain. Kini beliau berkuasa (Perdana Menteri ke-10), adalah diharapkan lebih banyak institusi dan kaedah-kaedah Islam dapat dilakukan mengikut kemampuan dan keizinan negara dari segi perlembagaan dan penerimaan masyarakat secara umum.
Kerajaan Perpaduan kini pun sebenarnya rapuh kerana kewujudannya bergantung kepada sokongan parti-parti yang menyokong Kerajaan Perpaduan. Jika ada sekelompok yang agak besar keluar daripada kerajaan, maka kerajaan akan runtuh. Semoga hal ini tidak berlaku. Aamiin…
Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil daripada kuliah ini ialah:
Semoga kita mencari fakta yang benar dan tidak menyeleweng fakta yang Allah turunkan melalui al-Quran. Aamiin!!!…
Nota:
Nota ini tidak lengkap, pencatit hanya mampu mencatit semampunya. Pembaca mestilah membuat kajian lanjut bagi menambah fakta-fakta. Jika ada yang salah, itu adalah kelemahan saya sendiri. Segala kebenaran adalah daripada Allah semata-mata.
Pencatat & Pengkaji:
Dr. Ismail Abdullah, Teras Jernang, 20-12-2022 (Selasa).
Rujukan:
[1] Tafsir Al-Munir Jilid 4 – Juzuk 7 & 8 (Bahasa Indonesia), dari mukasurat 405 hingga 411.
**************************************