Ayat 4 dan 5 beserta terjemahannya.
وَكَم مِّن قَرۡيَةٍ أَهۡلَكۡنَٰهَا فَجَآءَهَا بَأۡسُنَا بَيَٰتًا أَوۡ هُمۡ قَآئِلُونَ
Dan berapa banyak negeri yang Kami binasakan, iaitu datang azab seksa Kami menimpa penduduknya pada malam hari, atau ketika mereka berehat pada tengah hari. (Al-A’raaf (7) : 4).
فَمَا كَانَ دَعۡوَىٰهُمۡ إِذۡ جَآءَهُم بَأۡسُنَآ إِلَّآ أَن قَالُوٓاْ إِنَّا كُنَّا ظَٰلِمِينَ
Maka tidak ada yang mereka katakan ketika datangnya azab Kami kepada mereka, melainkan mereka (mengakui dengan) berkata: “Sebenarnya kami adalah orang-orang yang zalim“. (Al-A’raaf (7) : 5).
Nota:
Terjemahan di atas diambil daripada, https://www.surah.my/.
Tafsiran yang disampaikan oleh Dr. Abdul Halim El-Muhammady (14-12-2022, Rabu).
Mukkadimah.
Pada pagi 14-12-2022 (Rabu), Ustaz mentadabbur ayat 4 dan 5 Surah Al-A’raaf yang bertajuk, “Akibat mendustakan para rasul di dunia.”
Tatkala Allah memerintahkan Rasulullah saw. untuk memberi peringatan dan menyampaikan risalah, memerintahkan kaumnya untuk menerima dan mengikuti, dalam ayat ini, Allah menyebutkan siksa dan ancaman akibat menyalahi perintah itu, melalui peringatan akan pembinasaan umat-umat yang lalu karena mereka menyalahi para rasul dan mendustakan mereka.
Cerakinan Ayat.
Secara Qiraa’aat, (بَأۡسُنَا) dibaca (بَاسُنَا) oleh as-Susi dan Hamzah dalam keadaan waqaf.
Secara I’raab, pada kalimat (وَكَم مِّن قَرۡيَةٍ أَهۡلَكۡنَٰهَا) kata (كَم) sebagai mubtada’. Susunan kalimat (أَهۡلَكۡنَٰا) adalah sifat dari kata (قَرۡيَةٍ). (فَجَآءَهَا بَأۡسُنَا) adalah khabar mubtada’. Makna kata (أَهۡلَكۡنَٰا) adalah pembinasaan Kami pada negeri sudah dekat sehingga tidak ada pengulangan dengan firman-Nya, (فَجَآءَهَا بَأۡسُنَا). Kata (كَم) boleh dalam posisi nashab dengan fi’il muqaddar yang ditunjukkan oleh firman-Nya (فَجَآءَهَا بَأۡسُنَا) bukan kata (أَهۡلَكۡنَٰا) sebab dia adalah sifat, sedangkan sifat tidak bisa mempengaruhi maushuf. Kata (بَيَٰتًا) dibaca nashab sebagai mashdar dalam posisi haal. Kalimat (أَوۡ هُمۡ قَآئِلُونَ) adalah jumlah ismiyyah dalam posisi nashab sebagai haal dari kata (أَهْلَ القَرۡيَةِ).
Secara Balaaghah, (فَجَآءَهَا) ada pembuangan mudhaf. Taqdiir-nya adalah (فَجَاءَ أَهْلُهَا) berdasarkan firman-Nya, (أَوۡ هُمۡ قَآئِلُونَ). Tidak diperlukan pen-taqdir-an mudhaf -yakni (أَهْلُ) – sebelum kata (قَرْيَة) atau sebelum dhamir pada kalimat (أَهۡلَكۡنَٰاهَا) sebab (القَرۡيَةُ) hancur sebagaimana penduduknya, Kata (بَيَٰتًا) dan (قَآئِلُونَ) antara keduanya ada thibaq.
Secara Mufradaat Lughawiyyah, (كَم) adalah isim yang mempunyai makna banyak. (كَم) di sini adalah khabariyyah. Kata (قَرۡيَة) adalah tempat berkumpulnya manusia atau manusia itu sendiri. (أَهۡلَكۡنَٰا) Kami ingin membinasakannya atau Kami hampir membinasakannya. (بَأۡسُنَا) siksa Kami (البَيَاتَ). (بَيَاتًا) adalah menyerang musuh di waktu malam dan mendatangkannya di akhir hari. (قَآئِلُونَ) tidur di siang hari, dari kata (القَيْلُوْلَة) yakni istirahat di tengah hari meskipun tidak disertai tidur. Maksudnya, sekali waktu mendatangi mereka di malam hari dan sekali waktu mendatangi mereka di siang hari. (دَعۡوَىٰهُمۡ) ucapan dan doa mereka.
Tafsir dan Penjelasan.
Banyak negeri dan penduduknya Kami binasakan karena mereka menyalahi rasul-rasul Kami dan mendustakan mereka. Oleh sebab itu, datanglah kepada mereka siksa atau kebinasan. Suatu ketika, datang di malam hari seperti kaum Luth. Yang lain di siang hari, seperti kaum Syu’aib. Siksa itu mendatangi mereka malam hari atau ketika istirahat siang yang kedua waktu itu adalah waktu lengah dan santai. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT,
“Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dan siksaan Kami yang datang malam hari ketika mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang pada pagi hari ketika mereka sedang bermain?” (al-A’raaf: 97-98).
“Maka apakah orang yang membuat tipu daya yang jahat itu, merasa aman (dari bencana) dibenamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau (terhadap) datangnya siksa kepada mereka dari arah yang tidak mereka sadari, atau Allah mengadzab mereka pada waktu mereka dalom perialanan; sehingga mereka tidak berdaya menolak (adzab itu), atau Allah mengadzab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). Maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengasih, Maha Penyayang.” (an-Nahl: 45-47).
Ucapan mereka ketika datang siksa tidak lain adalah mereka mengakui dosa-dosa mereka, mereka benar-benar mengakui. Ertinya, ketika terjadi pembinasaan, mereka tidak memiliki alasan, kecuali pengakuan bahwa mereka adalah orang-oran g zalim.
Ibnu Jarir berkata, “Dalam ayat ini, ada petunjuk yang jelas mengenai kebenaran riwayat dari Rasulullah saw, yakni sabdanya,
“Tidaklah suatu kaum binasa sampai mereka menyalahkan diri mereka.”
Fiqih Kehidupan atau Hukum-Hukum.
Ayat ini menunjukkan hal-hal berikut.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (ar-Ra’d: 11).
Huraian Umum.
Pada 26 Disember 2004 (Ahad), terjadi Tsunami Aceh yang sangat dahsyat. Ianya terjadi pada pagi Ahad ketika penduduknya sedang bersenam pagi dan berehat. Ini hampir sama kondisi terjadinya pemusnahan kaum Nabi Luth, waktu hampir subuh ketika penduduknya sedang tidur, dan Nabi Syuaib, waktu rehat tengahari. Ketika ini penduduknya tidak menyangka sama sekali akan terjadinya bencana.
Ada umat yang Allah tangguhkan kebinasaan secara menyeluruh, tetapi terjadi kebinasaan bagian demi bagian atau sedikit demi sedikit seperti terjadi gempa bumi, tsunami dan huru hara masyarakat.
Perbincangan dan Q&A Selepas Kuliah.
Hj. Yusof Azuddin Ali: pada ayat ke-3, Allah perintahkan agar manusia mengikuti apa-apa yang diperintahkan-Nya. Jangan ambil selain Allah sebagai penolong, tetapi sedikit sekali yang mengambil berat mengenai al-Qur’an. Pada masa kini pun berlaku sekarang, manusia meninggalkan pengajaran al-Qur’an.
Pada ayat 4, Allah memberi ancaman mengenai kebinasaan yang berlaku pada umat terdahulu. Azab didatangkan secara tiba-tiba ketika mereka tidur, berehat dan bersantai-santai. Allah menunjukkan scenario yang akan berlaku kalau kita lalai dalam mengambil pengajaran dari al-Qur’an.
Berlakunya gempa bumi di Pompei, Italy di mana masyarakat mengamalkan gaya hidup maksiat, minum khamr, berzina dan membuat dosa-dosa yang lain. Buktinya mereka menggali tempat terjadi gempa dan mendapati manusia ketika itu sedang bermaksiat.
Apakah ertinya pengakuan zalim ketika azab sudah datang dari Allah. Sudah tidak berguna lagi pengakuan zalim. Sepatutnya mereka atau kita sedar bahwa al-Qur’an membawa kebenaran dan peringatan dari Allah.
Hj. Puad: ada dua soalan, (1) maksud binasa itu apakah keseluruhan umat ketika itu?, (2) kezaliman yang berlaku antara satum kaum dengan kaum lain (Rohongya)?
Ustaz: kesan-kesan kebinasaan boleh dikaji dan keturunan mereka masih ada agar manusia kemudian dapat mengambil pengajaran, misalnya Firaun, jasadnya diawetkan sebagai bukti kejadian yang berlaku.
Kebinasaan terus berlaku dari masa ke semasa sebagai peringatan kepada manusia bahwa kebinasaan akan berlaku apabila mereka mengingkari perintah Allah.
Apabila kejayaan satu bangsa memuncak, maka bangsa tersebut akan menindas dan menzalimi bangsa yang lain (misalnya di Rohingya, Yahudi di Israel, di Serbia) penghapusan etnik akan berlaku.
Kita perlu memperlihatkan bahwa Islam dapat menyelesaikan masalah perselisihan etnik, bangsa dan kaum. Semua kezaliman yang berlaku di dunia mungkin akan mempercepatkan Allah memusnahkan alam (kiamat) sebagai balasan kepada kezaliman manusia atas manusia lain. Kita sebagai orang Islam perlu mesra kepada kaum-kaum lain.
Kita patut menjadi induk kepada keharmonian kaum di Malaysia agar kehidupan masyarakat Malaysia lebih baik untuk didiami melalui amalan Islam yang dapat menjadi contoh kepada mereka.
Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil daripada kuliah ini ialah:
Semoga kita mencari fakta yang benar dan tidak menyeleweng fakta yang Allah turunkan melalui al-Quran. Aamiin!!!…
Nota:
Nota ini tidak lengkap, pencatit hanya mampu mencatit semampunya. Pembaca mestilah membuat kajian lanjut bagi menambah fakta-fakta. Jika ada yang salah, itu adalah kelemahan saya sendiri. Segala kebenaran adalah daripada Allah semata-mata.
Pencatat & Pengkaji:
Dr. Ismail Abdullah, Teras Jernang, 14-12-2022 (Rabu).
Rujukan:
[1] Tafsir Al-Munir Jilid 4 – Juzuk 7 & 8 (Bahasa Indonesia), dari mukasurat 404 hingga 405.
**************************************